E. Contoh
Teks Hikayat
Contoh-contoh
hikayat yang terkenal adalah Hang Tuah, Si miskin, Abu Nawas, Pak Tani, Amir,
Kakek dan Seekor Ular, dan dan Si Bungkuk dan Si Panjang.
1.
Contoh Hikayat Hang Tuah
Hang
Tuah
Pada
suatu ketika ada seorang pemuda yang bernama Hang Tuah, anak Hang Mahmud.
Mereka bertempat tinggal di Sungai Duyung. Pada saat itu, semua orang di Sungai
Duyung mendengar kabar tentang Raja Bintan yang baik dan sopan kepada semua
rakyatnya.
Ketika
Hang Mahmud mendengar kabar itu, Hang Mahmud berkata kepada istrinya yang
bernama Dang Merdu, ”Ayo kita pergi ke Bintan, negeri yang besar itu, apalagi
kita ini orang yang miskin. Lebih baik kita pergi ke Bintan agar lebih mudah
mencari pekerjaan.” Lalu pada malam
harinya, Hang Mahmud bermimpi bulan turun dari langit.
Cahayanya
penuh di atas kepala Hang Tuah. Hang Mahmud pun terbangun dan mengangkat
anaknya serta menciumnya. Seluruh tubuh Hang Tuah berbau seperti wangi-wangian.
Siang harinya, Hang Mahmud pun menceritakan mimpinya kepada istri dan anaknya.
Setelah mendengar kata suaminya, Dang Merdu pun langsung memandikan dan
melulurkan anaknya.
Setelah
itu, ia memberikan anaknya itu kain, baju, dan ikat kepala serba putih. Lalu
Dang Merdu memberi makan Hang Tuah nasi kunyit dan telur ayam, ibunya juga
memanggil para pemuka agama untuk mendoakan selamatan untuk Hang Tuah. Setelah
selesai dipeluknyalah anaknya itu. Lalu kata Hang Mahmud kepada istrinya,
”Adapun anak kita ini kita jaga baik-baik, jangan diberi main jauh-jauh.”
Keesokan
harinya, seperti biasa Hang Tuah membelah kayu untuk persediaan. Lalu ada
pemberontak yang datang ke tengah pasar, banyak orang yang mati dan luka-luka.
Orang-orang pemilik toko meninggalkan tokonya dan melarikan diri ke kampong.
Gemparlah negeri Bintan itu dan terjadi kekacauan di mana-mana. Ada seorang
yang sedang melarikan diri berkata kepada Hang Tuah, ”Hai, Hang Tuah, hendak
matikah kau tidak mau masuk ke kampung?"
Maka
kata Hang Tuah sambil membelah kayu, ”Negeri ini memiliki prajurit dan pegawai
yang akan membunuh, ia pun akan mati olehnya.” Waktu ia sedang berbicara,
ibunya melihat bahwa pemberontak itu menuju Hang Tuah sambil menghunuskan
kerisnya. Maka ibunya berteriak dari atas toko, katanya, ”Hai, anakku, cepat
lari ke atas toko!"
Hang
Tuah mendengarkan kata ibunya, ia pun langsung bangkit berdiri dan memegang
kapaknya menunggu amarah pemberontak itu. Pemberontak itu datang ke hadapan
Hang Tuah lalu menikamnya bertubi-tubi. Maka Hang Tuah pun melompat dan
mengelak dari tikaman orang itu. Hang Tuah lalu mengayunkan kapaknya ke kepala
orang itu, lalu terbelah kepala orang itu dan mati.
Maka
kata seorang anak yang menyaksikannya, "Dia akan menjadi perwira besar di
tanah Melayu ini." Terdengarlah berita itu oleh keempat kawannya, Hang
Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu. Mereka pun langsung
berlari-lari mendapatkan Hang Tuah. Hang Jebat dan Hang Kesturi bertanya
kepadanya, ”Apakah benar engkau membunuh pemberontak dengan kapak?”
Hang
Tuah pun tersenyum dan menjawab, "Pemberontak itu tidak pantas dibunuh
dengan keris, melainkan dengan kapak untuk kayu.”
Kemudian
karena kejadian itu, baginda raja sangat mensyukuri adanya sang Hang Tuah. Jika
ia tidak datang ke istana, pasti ia akan dipanggil oleh Sang Raja. Maka
Tumenggung pun berdiskusi dengan pegawai-pegawai lain yang juga iri hati kepada
Hang Tuah. Setelah diskusi itu, datanglah mereka ke hadapan Sang Raja.
Maka
saat sang Baginda sedang duduk di tahtanya bersama para bawahannya, Tumenggung
dan segala pegawai-pegawainya datang berlutut, lalu menyembah Sang Raja,
“Hormat tuanku, saya mohon ampun dan berkat, ada banyak berita tentang
pengkhianatan yang sampai kepada saya. Berita-berita itu sudah lama saya dengar
dari para pegawai-pegawai saya.”
Setelah
Sang Baginda mendengar hal itu, maka Raja pun terkejut lalu bertanya, "Hai
kalian semua, apa saja yang telah kalian ketahui?"
Maka
seluruh menteri-menteri itu menjawab, "Hormat tuanku, pegawai saya yang
hina tidak berani datang, tetapi dia yang berkuasa itulah yang melakukan hal
ini."
Maka
Baginda bertitah, "Hai Tumenggung, katakan saja, kita akan
membalasnya."
Maka
Tumenggung menjawab, “Hormat tuanku, saya mohon ampun dan berkat, untuk datang
saja hamba takut karena yang melakukan hal itu, tuan sangat menyukainya.
Baiklah kalau tuan percaya pada perkataan saya karena jika tidak, alangkah
buruknya nama baik hamba, seolah-olah menjelek-jelekkan orang itu.”
Setelah
Baginda mendengar kata-kata Tumenggung yang sedemikian itu, maka Baginda
bertitah, “Siapakah orang itu, Sang Hang Tuah kah?” Maka Tumenggung menjawab,
“Siapa lagi yang berani melakukannya selain Hang Tuah itu. Saat pegawai-pegawai
hamba memberitahukan hal ini pada hamba, hamba sendiri juga tidak percaya, lalu
hamba melihat Hang Tuah sedang berbicara dengan seorang perempuan di istana
tuan ini. Perempuan tersebut bernama Dang Setia. Hamba takut ia melakukan
sesuatu pada perempuan itu, maka hamba dengan dikawal datang untuk mengawasi
mereka.”
Setelah
Baginda mendengar hal itu, murkalah ia, sampai mukanya berwarna merah padam.
Lalu ia bertitah kepada para pegawai yang berhati jahat itu, “Pergilah,
singkirkanlah Si Durhaka itu!” Maka Hang Tuah pun tidak pernah terdengar lagi
di dalam negeri itu, tetapi si Tuah tidak mati karena si Tuah itu perwira
besar, apalagi dia menjadi wali Allah.
Kabarnya
sekarang ini Hang Tuah berada di puncak dulu Sungai Perak, di sana ia duduk
menjadi raja segala Batak dan orang hutan. Sekarang pun Raja ingin bertemu
dengan seseorang, lalu ditanyainya orang itu dan ia berkata, “Tidakkah Tuan
ingin mempunyai istri?” Lalu jawabnya, “Saya tidak ingin mempunyai istri lagi.”
2.
Contoh Hikayat Abu Nawas dan Lalat
Abu
Nawas dan Lalat
Suatu
hari Baginda Raja membongkar rumah dan tanah Abu Nawas begitu saja untuk
menemukan emas dan permata. Namun, ternyata emas dan permata yang katanya
berada di dalam tanah milik Abu Nawas hanyalah rumor. Setelah tidak menemukan
emas dan permata, Baginda Raja bukannya meminta maaf dan mengganti kerugian,
tetapi malah pergi begitu saja.
Abu
Nawas pun marah dan ingin balas dendam. Saat sedang makan bersama istrinya, dia
menemukan seekor lalat di meja makan dan dia pun tertawa karena menemukan ide
untuk balas dendam. Kepada Baginda Raja, Abu Nawas mengaku hendak melaporkan
perlakuan tamu tidak diundang.
“Siapakah
tamu tidak diundang itu?” tanya Baginda.
“Lalat-lalat
ini, Tuanku,” kata Abu Nawas yang membawa lalat di atas piring yang tertutup
tudung saji.
Abu
Nawas pun meminta izin untuk mengusir lalat-lalat itu. Baginda Raja yang sedang
berkumpul bersama para menteri pun langsung memerintahkan Abu Nawas mengusir
lalat itu. Bermodalkan tongkat besi, Abu Nawas pun mengejar dan memukuli lalat
itu hingga vas bunga, patung hias, dan perabotan istana hancur karenanya.
Akhirnya Baginda Raja menyadari kekeliruannya. Abu Nawas yang puas memberikan
pelajaran pada Baginda Raja pun meminta izin pulang.
3.
Contoh Hikayat Tiga Pengembara Lapar
Tiga
Pengembara Lapar
Dikisahkan,
tiga orang pengembara, yaitu Buyung, Kendi, dan Awang, sedang dalam
pengembaraan. Ketika tiba di sebuah hutan, perut mereka sangat kelaparan,
tetapi perbekalan mereka sudah habis.
Dalam
keadaan lapar, Kendi dan Buyung pun sesumbar, bahwa mereka bisa menghabiskan
nasi sekawah dan 10 ekor ayam seorang diri dalam keadaan seperti ini. Namun,
tidak seperti teman-temannya, Awang hanya mengharapkan sepiring nasi dan lauk
yang cukup untuk mengisi perutnya.
Tidak
disangka-sangka, mereka menemukan sebuah pohon ara ajaib yang mendengarkan
permintaan mereka. Kemudian, pohon itu menggugurkan tiga daun yang setiap
lembarnya berubah menjadi makanan yang mereka inginkan.
Setelah
mendapat makanan secukupnya, Awang pun berhenti makan, tetapi dua sahabatnya
itu masih melanjutkan makan. Kendi dan Buyung akhirnya berhenti karena merasa
kekenyangan karena tidak sanggup menghabiskan makanan yang mereka minta.
Akhirnya nasi yang tidak termakan itu marah lalu menggigit tubuh Kendi.
Kemudian,
Buyung yang hanya dapat menghabiskan satu ekor ayam saja, membuang sisa
sembilan ekor ayam ke semak-semak. Tanpa diduga, ayam-ayam itu kemudian
menyerangnya. Awang hanya bisa terdiam melihat sahabat-sahabatnya tewas
mengenaskan.
4.
Contoh Hikayat Bunga Kemuning
Bunga
Kemuning
Alkisah
seorang raja yang bijaksana memiliki 10 orang putri yang sangat cantik.
Sayangnya, sang istri meninggal saat melahirkan putri bungsunya, Putri Kuning.
Suatu hari, Sang Raja hendak pergi keluar kota untuk beberapa saat dan
menanyakan oleh-oleh apa yang diinginkan saat sang raja pulang.
Sembilan
putrinya meminta hadiah mewah, seperti perhiasan, kain sutra, dan lain-lain.
Namun, Putri Kuning hanya meminta sang ayah agar pulang dalam keadaan sehat.
Saat sang ayah pergi, kesembilan putrinya hanya bersenang-senang dan meminta
pelayan melayaninya secara seenaknya.
Akibat
perbuatan sembilan kakaknya, taman kesayangan Sang Raja menjadi kotor.
Putri
Kuning yang berinisiatif membersihkan taman pun diledek oleh kakak-kakaknya dan
menyebutnya sebagai “pelayan baru”. Akhirnya, saat Sang Raja pulang, dia
memberikan hadiah berupa kalung berwarna hijau yang sangat cantik. Putri Hijau
yang merasa iri, akhirnya menghasut saudara-saudaranya untuk mencuri kalung
itu.
Namun,
saat merebut kalung itu, mereka tidak sengaja memukul kepala Putri Kuning
hingga meninggal dunia. Untuk menutupi perbuatannya tersebut, kesembilan putri
mengubur Putri Kuning di taman. Raja yang terus mencari Putri Kuning akhirnya
menemukan keanehan di taman. Di taman itu tumbuh sebuah bunga berwarna kuning
dan memunculkan aroma harum. Akhirnya Raja merawat bunga itu dan menamainya
dengan nama Bunga Kemuning.
5.
Contoh Hikayat Amir
Amir
Dahulu
kala di Sumatera, hiduplah seorang saudagar bernama Syah Alam. Syah Alam
mempunyai seorang anak bernama Amir. Amir tidak bisa mengatur uangnya dengan
baik. Setiap hari dia membelanjakan uang yang diberi ayahnya. Karena sayangnya
pada Amir, Syah Alam tidak pernah memarahinya. Syah Alam hanya bisa mengelus
dada.
Lama-kelamaan
Syah Alam jatuh sakit. Makin hari sakitnya makin parah. Banyak uang yang
dikeluarkan untuk pengobatan, tetapi tidak kunjung sembuh. Akhirnya mereka
jatuh miskin.
Penyakit
Syah Alam makin parah. Sebelum meninggal, Syah Alam berkata, "Amir, Ayah
tidak bisa memberikan apa-apa lagi padamu. Engkau harus bisa membangun usaha
lagi seperti Ayah dulu. Jangan kau gunakan waktumu sia-sia. Bekerjalah yang
giat, pergi dari rumah. Usahakan engkau terlihat oleh bulan, jangan terlihat
oleh matahari."
"Ya,
Ayah. Aku akan turuti nasehatmu."
Sesaat
setelah Syah Amir meninggal, ibu Amir juga sakit parah dan akhirnya meninggal.
Sejak itu Amir bertekad untuk mencari pekerjaan. Ia teringat nasihat ayahnya
agar tidak terlihat matahari, tetapi terlihat bulan. Oleh sebab itu, ke
mana-mana ia selalu memakai payung.
Pada
suatu hari, Amir bertemu Nasrudin, seorang menteri yang pandai. Nasarudin
sangat heran dengan pemuda yang selalu memakai payung itu. Nasarudin bertanya
kenapa dia berbuat demikian.
Amir
bercerita alasannya berbuat demikian. Nazarudin tertawa. Nasarudin berujar,
"Begini ya, Amir. Bukan begitu maksud pesan ayahmu dulu. Akan tetapi,
pergilah sebelum matahari terbit dan pulanglah sebelum malam. Jadi, tidak
mengapa engkau terkena sinar matahari."
Setelah
memberi nasihat, Nasarudin pun memberi pinjaman uang kepada Amir. Amir
disuruhnya berdagang sebagaimana dilakukan ayahnya dulu.
Amir
lalu berjualan makanan dan minuman. Ia berjualan siang dan malam. Pada siang
hari, Amir menjajakan makanan, seperti nasi kapau, lemang, dan es limau. Malam
harinya ia berjualan martabak, sekoteng, dan nasi goreng. Lama-kelamaan usaha
Amir makin maju. Sejak itu, Amir menjadi saudagar kaya.
6.
Contoh Hikayat Sri Rama Mencari Sita Dewi
Sri
Rama Mencari Sita Dewi
Sita
Dewi yang merupakan istri dari Sri Rama menghilang tidak tahu di mana dan
kemana. Dan sebagai seorang suami, ia pun pasti merasa kebingungan. Kemudian
Sri Rama memutuskan untuk berjalan dan berjalan untuk mencari istrinya dengan
dibantu seorang pengawal. Dan kemudian keduanya pun mencari Sita sampai ke
dalam hutan.
Di
dalam hutan, mereka bertemu seekor burung jantan yang sangat sombong dan
memiliki empat istri. Ia pun berbicara dapat menjaga keempat istrinya, dan
sedangkan Sri Rama yang menjaga satu orang istri saja tak mampu. Sri Rama
merasa tersinggung ketika mendengar hal tersebut, kemudian ia berdoa ke Dewata agar
burung itu tak dapat melihat istrinya. Tak lama kemudian, seekor burung itu
menjadi buta.
Kemudian,
Sri Rama dan juga pengawalnya berkelana lagi dan kemudian bertemu dengan hewan,
yaitu seekor bangau yang tengah minum tepat di tepi danau. Sri Rama pun kemudian
bertanya ke bangau tersebut apakah ia melihat istrinya.
Dan
bangau itu pun kemudian menjawab bahwasanya ia melihat bayang dari seorang
wanita dibawa terbang oleh Maharaja Rahwana. Dan Sri Rama pun merasa senang
akhirnya ia bisa mendapatkan suatu petunjuk sampai ia mengabulkan permintaan
seekor bangau itu, yaitu dapat memanjangkan lehernya agar mudah saat minum.
Di
tengah perjalanannya, Rama pun merasa haus. Dan ia melepaskan suatu anak panah
yang dapat memandu pengawalnya untuk menemukan mata air. Pengawal itu
membawakannya air yang setelah diminum ternyata tak enak dan airnya berbau
busuk. Dan kemudian mereka menyusuri sepanjang aliran mata air tersebut dan
bertemu seekor burung yang besar dan sedang sekarat, burung tersebut bernama
Jentayu.
Rama
kemudian bertanya kepadanya apa yang sudah terjadi. Jentayu menceritakan
mengenai pertarungannya bersama Rawana, selanjutnya ia memberikan sebuah cincin
milik Sita Dewi yang dilempar kepadanya sebelum jatuh ke bumi. Dikarenakan
keadaannya yang sangat lemah, jentayu memberikan pesan kepada Rama untuk dapat
membesarkan mayatnya di tempat yang tak dihuni oleh manusia. Dan tak lama
kemudian, burung itu pun mati.
Rama
pun menyuruh pengawalnya untuk mencari suatu tempat yang tak dihuni oleh
manusia. Tetapi sayangnya, ia tak menemukan tempatnya. Akhirnya, ia pun
memutuskan untuk membakar burung tersebut di tempat itu dan kemudian nyalalah
api yang begitu besar. Karena kesaktiannya tersebut, Rama tak terluka
sedikitpun. Setelah api tersebut padam, Rama dan juga pengawalnya kembali untuk
melanjutkan mencari istrinya.
7.
Contoh Hikayat Antu Ayek
Antu
Ayek
Suatu
hari, sang ayah terpaksa menikahkan Gadis Juani dengan Bujang Juandan karena
terjerat utang dengan keluarga Bujang Juandan.Bujang Juandan memang pemuda dari
keluarga kaya, tetapi yang membuat Gadis Juani sedih adalah rupa Bujang Juandan
yang tidak tampan. Selain itu, Bujang Juandan pun menderita penyakit kulit di
sekujur tubuhnya, sehingga dia juga dikenal sebagai Bujang Kurap. Akhirnya di
malam pernikahan, Gadis Juani tidak kuasa membendung kesedihan ketika
arak-arakan rombongan Bujang Juandan tiba. Di tengah kekalutan pikiran, sambil
berurai air mata, dia keluar lewat pintu belakang rumah dan berlari menuju
sungai. Dia mengakhiri hidupnya di sungai itu dan menjadi arwah penunggu sungai
yang dikenal sebagai Antu Ayek.
8.
Contoh Hikayat Bayan yang Budiman
Bayan
yang Budiman
Alkisah
di kerajaan Azzam, hiduplah seorang saudagar yang kaya raya dan telah
berkeluarga yang bernama Khojan Mubarok. Keluarga itu belum lengkap karena
belum mempunyai seorang anak. Walaupun begitu saudagar itu tak putus asa dan
juga tak lelah memanjatkan doa agar ia segera mendapatkan anak.
Penantiannya
yang panjang itu pun berakhir, karena istrinya sudah mengandung dan juga
melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-laki dan memiliki nama Khojan
Maimun. Anak itu pun tumbuh menjadi seorang anak yang baik dan juga soleh. Di
usianya yang sudah 15 tahun, anak itu kemudian dinikahkan dengan seseorang yang
bernama Bibi Zainab, ia merupakan anak dari seorang saudagar yang kaya.
Dan
pada suatu saat, Maimun meminta izin ke istrinya dengan tujuan berlayar. Dan
sebelum berlayar, ia membelikan seekor burung Bayan yang berjenis kelamin
jantan dan juga burung tiung yang berjenis kelamin betina. Dan ia pun berpesan
ke istrinya apabila ia menghadapi suatu masalah sebaiknya ia membicarakannya
kepada kedua burung tersebut.
Dan
beberapa hari kemudian ketika ia sudah ditinggal suaminya, Bibi Zainab pun
merasakan kesepian. Sampai pada suatu hari datang seorang anak dari raja yang
jatuh hati kepada kecantikannya dan anak tersebut pun mendekatinya. Lelaki itu
kemudian meminta seorang perempuan tua untuk membantunya berkenalan dengan Bibi
Zainab. Dan ternyata Bibi Zainab pun juga tertarik kepada lelaki tersebut dan
mereka pun saling jatuh cinta.
Di
suatu malam Bibi zainab pun pergi dengan anak tersebut dan ia berpamitan kepada
burung tiung. Burung itu kemudian menasehatinya agar tak pergi dikarenakan hal
itu melanggar aturan dan Ia juga sudah mempunyai seorang suami. Setelah
mendengarkan itu, Bibi zainab pun marah dan kemudian membantingkan sangkar dari
burung tersebut sehingga membuat burung tersebut mati.
Dan
Bibi zainab pun melihat burung bayan yang tengah tertidur. Tetapi nyatanya
burung tersebut hanya berpura-pura tidur dikarenakan apabila ia memberikan
suatu jawaban yang sama, maka nyawanya juga ikut terancam.
Pada
saat zainab berpamitan kepada burung bayan, maka burung tersebut mengatakan,
“Kamu boleh pergi, dan bergegaslah karena anak tersebut sudah menunggumu lama.
Apa yang telah kamu lakukan, aku yang akan menanggung semuanya. Apa yang dicari
manusia yang ada di dunia ini selain dari kesabaran, martabat dan juga
kekayaan? Aku hanya seekor burung bayan yang sudah dicabut bulunya oleh istri
pemilikku.”
Dan
malam berikutnya Bibi zainab pun sering pergi untuk bertemu dengan pemuda
tersebut. Di setiap kali ia berpamitan burung tersebut menceritakan suatu
kisah. Dan kemudian Bibi Zainab merasa menyesal atas perbuatannya dan tak akan
mengulangi perbuatannya itu lagi.
9.
Contoh Hikayat Seorang Lelaki dan Rumah Sempit
Seorang
Lelaki dan Rumah Sempit
Alkisah
terdapat seorang lelaki yang datang ke rumah Abu Nawas. Pria tersebut ingin
mengeluh kepadanya tentang masalah yang tengah dihadapinya. Ia pun merasakan
sedih dikarenakan rumahnya sangat terasa sempit ketika ditinggali oleh banyak
orang.
“Wahai
Abu Nawas, Saya mempunyai seorang istri dan juga 8 orang anak tetapi rumah saya
sangat sempit. Setiap harinya mereka mengeluh dan juga tidak nyaman tinggal di
rumah itu. Kami pun ingin pindah dari rumah tersebut, tetapi kami tidak
memiliki uang. Jadi tolonglah katakan kepadaku apa yang bisa aku lakukan,”
tanyanya.
Mendengar
pertanyaan lelaki yang sangat sedih tersebut, Abu Nawas pun berpikir sejenak.
Dan tak berapa lama kemudian suatu ide lewat di kepalanya.
“Kamu
memiliki domba di rumahmu?” Abu Nawas bertanya kepada lelaki tersebut. “Aku
tidak menaiki domba maka dari itu aku tak mempunyainya," jawab lelaki
tersebut. Kemudian ketika mendengar jawabannya itu, Abu Nawas pun meminta
lelaki itu untuk membeli seekor domba dan menyuruhnya agar menaruhnya di rumah.
Lelaki
tersebut kemudian mengikuti usulan dari Abu Nawas dan ia pun pergi untuk
membeli domba. Esok harinya, ia pun datang lagi ke rumah Abu Nawas. “Abu Nawas,
bagaimana ni? Nyatanya rumahku sekarang semakin sempit dan juga berantakan.”
“Ya
sudah kalau begitu kamu cobalah membeli 2 ekor domba lagi dan kamu dapat
memeliharanya di rumahmu juga,” jawab Abu Nawas.
Dan
kemudian pria itu pun pergi kepasar dan juga ia membeli 2 ekor domba lagi,
tetapi hasilnya tak sesuai dengan harapannya karena rumahnya semakin terasa
sempit.
Dengan
sangat jengkel nya, Ia pun pergi menghadap Abu Nawas lagi untuk mengadukan
masalah itu untuk yang ketiga kalinya. Ia pun menceritakan segala apa yang
sudah terjadi, termasuk tentang istrinya yang menjadi marah-marah dikarenakan
domba itu. Dan kemudian Abu Nawas menyarankan untuk menjualkan semua domba yang
ia miliki.
Esok
harinya, Abu Nawas dan lelaki tersebut bertemu lagi. Dan Abu Nawas
menanyakannya, “Bagaimana rumahmu sekarang? sudah merasa lega?”
“Dan
setelah aku menjual domba tersebut rumahku menjadi nyaman ketika di tinggali.
Istriku pun sudah tak lagi marah-marah,” jawab lelaki tersebut seraya
tersenyum. Dan pada akhirnya Abu Nawas bisa menyelesaikan masalah lelaki
tersebut.
10.
Contoh Hikayat Abu Nawas dan Dua Orang Ibu
Abu
Nawas dan Dua Orang Ibu
Abu
Nawas diminta Raja Harun untuk memecahkan persoalan tentang perebutan seorang
bayi oleh dua orang yang mengaku ibu kandung dari bayi tersebut. Persoalan ini
sempat ditangani oleh hakim pengadilan, tetapi para hakim tidak mendapatkan
solusi hingga meminta Raja Harun untuk menyelesaikan masalahnya.
Abu
Nawas terkenal sebagai seorang yang cerdik hingga diberi kepercayaan untuk
menangani masalah ini. Saat sidang diselenggarakan, Abu Nawas meletakkan bayi
di atas sebuah meja dan meminta Algojo untuk membelah bayi tersebut.
"Sebelum
saya mengambil tindakan apakah salah seorang di antara kalian bersedia
menyerahkan bayi itu kepada ibu kandungnya?" tanya Abu Nawas sebelumnya.
Ibu
pertama tidak bersedia menyerahkan bayi tersebut karena merasa dia yang berhak
atas bayi tersebut.
"Tolonglah,
jangan belah bayi itu. Berikanlah bayi itu kepada perempuan yang mengaku
sebagai ibu kandungya. Aku rela asalkan bayi itu, tetap bisa hidup," jawab
ibu yang kedua.
Mendengar
jawaban dari masing-masing ibu, Abu Nawas sudah mengetahui secara pasti siapa
yang memang ibu kandung dari bayi tersebut. Abu Nawas menyerahkan bayi kepada
ibu yang kedua karena tidak ada seorang ibu yang rela anak kandungnya terluka.
Ia juga meminta kepada hakim untuk menghukum ibu yang pertama karena telah
berbohong.
11. Contoh Hikayat
Si Miskin
Hikayat Si Miskin
Ini hikayat
ceritera orang dahulu kala sekali peristiwa Allah Swt menunjukkan
kekayaan-Nya kepada hamba-Nya. Maka adalah seorang miskin laki bini berjalan
mencari rizkinya berkeliling Negara antahberantah. Adapun nama raja di dalam
negara itu Maharaja Indera Dewa. Namanya terlalu amat
besar kerajaan baginda itu.
Beberapa raja-raja di tanah Dewa itu takluk kepada baginda dan mengantar
upeti kepada baginda pada setiap tahun.
Hatta,
maka pada suatu hari baginda sedang ramai dihadapi oleh segala raja-raja,
menteri, hulubalang, rakyat sekalian di penghadapannya. Maka si Miskin itupun
sampailah ke penghadapan itu. Setelah dilihat oleh orang banyak, si Miskin laki
bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing rupanya. Maka orang banyak
itupun ramailah ia tertawa seraya mengambil kayu dan batu. Maka dilemparilah
akan si miskin itu kena tubuhnya habis bengkak-bengkak dan berdarah. Maka
segala tubuhnya pun berlumur dengan darah. Maka orang pun gemparlah. Maka titah
baginda, “Apakah yang gempar di luar itu?”. Sembah segala raja-raja itu “Ya
tuanku Syah Alam, orang melempar si Miskin tuanku”. Maka titah baginda, “Suruh
usir jauh-jauh!”. Maka diusir oranglah akan si Miskin hingga sampailah ke tepi
hutan. Maka orang banyak itupun kembalilah. Maka haripun malamlah. Maka bagindapun
berangkatlah masuk ke dalam istanannya itu. Maka segala raja-raja dan menteri,
hulubalang rakyat sekalian itupun masing-masing pulang ke rumahnya.
Adapun
akan si Miskin itu apabila malam iapun tidurlah di dalam hutan itu. Setelah
siang hari maka iapun pergi berjalan masuk ke dalam negeri mencari riskinya.
Maka apabila sampailah dekat kepada kampung orang. Apabila orang yang empunya
kampung itu melihat akan dia. Maka diusirlah dengan kayu. Maka si Miskin itupun
larilah. Ia lalu ke pasar. Maka apabila dilihat oleh orang pasar itu si Miskin
datang, maka masing-masing pun datang
ada yang melontari dengan batu, ada yang memalu dengan kayu. Maka si Miskin
itupun larilah tunggang langgang, tubuhnya habis berlumur dengan darah. Maka
menangislah ia berseru-seru sepanjang jalan itu dengan tersengat lapar
dahaganya seperti akan matilah rasanya. Maka ia pun bertemu dengan tempat orang
membuangkan sampah-sampah. Maka berhentilah ia di sana. Maka dicaharinyalah di
dalam sampah yang tertimbun itu barang yang boleh dimakan. Maka didapatinyalah
ketupat yang sudah basi dibuangkan oleh orang pasar itu dengan buku tebu lalu
dimakannya ketupat yang sebiji itu laki bini. Setelah sudah dimakannya ketupat
itu maka barulah dimakannya buku tebu itu. Maka adalah segar sedikit rasanya
tubuhnya karena beberapa lamanya tiada merasai nasi.
Hendak
mati rasanya. Ia hendak meminta ke rumah orang takut. Jangankan diberi orang
barang sesuatu, hampir kepada rumah orang itu pun tiada boleh. Demikianlah si
Miskin itu sehari-hari.
Hatta,
maka haripun petanglah. Maka si Miskin pun berjalanlah masuk ke dalam hutan
tempatnya sediakala itu. Di sanalah ia tidur. Maka disapunyalah darah-darah
yang ditubuhnya tiada boleh keluar karena darah itu sudah kering. Maka si
Miskin itupun tidurlah di dalam hutan itu. Setelah pagi-pagi hari maka
berkatalah si Miskin kepada isterinya, “Ya
tuanku, matilah rasaku ini. Sangatlah sakit rasanya tubuhku ini. Maka
tiadalah berdaya lagi hancurlah rasanya anggotaku ini.” Maka iapun tersedu-sedu
menangis. Maka terlalu belas rasa hati isterinya melihat laku suaminya demikian
itu. Maka iapun menangis pula seraya mengambil daun kayu lalu dimamahnya. Maka
disapukannyalah seluruh tubuh suaminya sambil ia berkata, “Diamlah, tuan jangan
menangis.”
Maka
selaku ini adapun akan si miskin itu aslinya daripada raja keinderaan.
Maka kena sumpah
Batara Indera maka jadilah ia demikian itu. Maka adalah suaminya itu pun
segarlah sedikit tubuhnya. Setelah itu maka suaminya pun masuk ke dalam hutan
mencari ambat yang muda yang patut dimakannya. Maka
dibawanyalah kepada isterinya. Maka demikianlah laki bini.
Hatta
beberapa lamanya maka isteri si Miskin itupun hamillah tiga bulan lamanya. Maka isterinya menangis hendak makan
buah mempelam yang ada di dalam taman raja itu. Maka suaminya itupun
terketukkan hatinya tatkala ia di Keinderaan menjadi raja tiada ia mau beranak.
Maka sekarang telah mudhorot. Maka baharulah hendak beranak seraya berkata
kepada isterinya, “Ayo, hai Adinda. Tuan hendak membunuh kakandalah rupanya
ini. Tiadakah tuan tahu akan hal kita yang sudah lalu itu? Jangankan hendak
meminta barang suatu, hampir kepada kampung orang tiada boleh.”
Setelah
didengar oleh isterinya kata suaminya demikian itu, maka makinlah sangat ia
menangis. Maka kata suaminya, “Diamlah tuan, jangan menangis! Berilah kakanda
pergi mencaharikan tuan buah mempelam itu, jikalau dapat oleh kakanda akan buah
mempelam itu kakanda berikan pada tuan.”
Maka
isterinya itu pun diamlah. Maka suaminya itu pun pergilah ke pasar mencahari
buah mempelam itu. Setelah sampai di orang berjualan buah mempelam, maka si
Miskin itu pun berhentilah di sana. Hendak pun dimintanya takut ia akan dipalu
orang. Maka kata orang yang berjualan buah mempelam, “Hai miskin. Apa
kehendakmu?”
Maka
sahut si Miskin, “Jikalau ada belas dan kasihan serat rahim tuan akan hamba
orang miskin hamba ini minta diberikan yang sudah terbuang itu. Hamba hendak
memohonkan buah mempelam tuan yang sudah busuk itu barang sebiji sahaja tuan.”
Maka
terlalu belas hati sekalian orang pasar itu yang mendengar kata si Miskin.
Seperti hancurlah rasa hatinya. Maka ada yang memberi buah mempelam, ada yang
memberikan nasi, ada yang memberikan kain baju, ada yang memberikan
buah-buahan. Maka si Miskin itupun heranlah akan dirinya oleh sebab diberi
orang pasar itu berbagai-bagai jenis pemberian. Adapun akan dahulunya jangankan
diberinya barang suatu hampir pun tiada boleh. Habislah dilemparnya dengan kayu
dan batu. Setelah sudah ia berpikir dalam hatinya demikian itu, maka ia pun
kembalilah ke dalam hutan mendapatkan isterinya.
Maka
katanya, “Inilah Tuan, buah mempelam dan segala buah-buahan dan makan-makanan
dan kain baju. Itupun diinjakkannyalah isterinya seraya menceriterakan hal
ihwalnya tatkala ia di pasar itu. Maka isterinya pun menangis tiada mau makan
jikalau bukan buah mempelam yang di dalam taman raja itu. “Biarlah aku mati
sekali.”
Maka
terlalulah sebal hati suaminya itu melihatkan akan kelakuan isterinya itu
seperti orang yang hendak mati. Rupanya tiadalah berdaya lagi. Maka suaminya
itu pun pergilah menghadap Maharaja Indera Dewa itu. Maka baginda itupun sedang
ramai dihadap oleh segala raja-raja. Maka si Miskin datanglah. Lalu masuk ke
dalam sekali. Maka titah baginda, “Hai Miskin, apa kehendakmu?” Maka sahut si
Miskin, “Ada juga tuanku.” Lalu sujud kepalanya lalu diletakkannya ketanah,
“Ampun Tuanku, beribu-ribu ampun tuanku. Jikalau ada karenanya Syah
Alam akan patuhlah hamba orang yang hina ini hendaklah memohonkan daun
mempelam Syah Alam yang sudah gugur ke bumi itu barangkali Tuanku.
Maka
titah baginda, “Hendak engkau buatkan apa daun mempelam itu?” Maka sembah si Miskin, “Hendak dimakan,
Tuanku.” Maka titah baginda, “Ambilkanlah barang setangkai berikan kepada si
Miskin ini”.
Maka
diambilkan oranglah diberikan kepada si Miskin itu. Maka diambillah oleh si
Miskin itu seraya menyembah kepada baginda itu. Lalu keluar ia berjalan
kembali. Setelah itu maka baginda pun berangkatlah masuk ke dalam istananya.
Maka segala raja-raja dan menteri hulubalang rakyat sekalian itupun
masing-masing pulang ke rumahnya. Maka
si Miskin pun sampailah kepada tempatnya. Setelah dilihat oleh isterinya akan
suaminya datang itu membawa buah mempelam setangkai. Maka ia tertawa-tawa.
Seraya disambutnya lalu dimakannya.
Maka
adalah antaranya tiga bulan lamanya. Maka ia pun menangis pula hendak makan
nangka yang di dalam taman raja itu juga. Maka si Miskin itu pun pergilah pula
memohonkan kepada baginda itu. Maka sujudlah pula ia kepada baginda. Maka titah
baginda, “Apa pula kehendakmu hai miskin?”
Maka
sahut si Miskin, “Ya Tuanku, ampun beribu-ribu ampun.” Sahut ia sujud kepalanya
lalu diletakkannya ke tanah. Sahut ia berkata pula, “Hamba ini orang yang
miskin. Hamba minta daun nangka yang gugur ke bumi, barang sehelai. Maka titah
baginda, “Hai Miskin, hendak kau buatkan apa daun nangka? Baiklah aku beri
buahan barang sebiji.” Maka diberikan kepada si Miskin itu. Maka ia pun sujud
seraya bermohon kembali mendapatkan isterinya itu.
Maka
ia pun sampailah. Setelah dilihat oleh isterinya itu suaminya datang itu, maka
disambutnya buah nangka itu. Lalu dimakan oleh isterinya itu. Adapun selama isterinya si Miskin hamil
maka banyaklah makanmakanan dan kain baju dan beras padi dan segala
perkakas-perkakas itu diberi orang kepadanya.
Hatta
maka dengan hal yang demikian itu maka genaplah bulannya. Maka pada ketika yang
baik dan saat yang sempurna pada malam empat belas hari bulan. Maka bulan itu
pun sedang terang. Maka pada ketika itu isteri si Miskin itu pun beranaklah
seorang anak laki terlalu amat baik parasnya dan elok rupanya. Maka dinamainya
akan anaknya itu Markaromah artinya anak di dalam kesukaran. Maka
dipeliharakannyalah anaknya itu. Maka terlalu amat kasih sayangnya akan anak
itu. Tiada boleh bercerai barang seketika jua pun dengan anaknya Markaromah
itu.
Hatta,
maka dengan takdir Allah Swt. menganugarahi kepada hambanya. Maka si Miskin pun
menggalilah tanah hendak berbuat tempatnya tiga beranak itu. Maka digalinyalah
tanah itu hendak mendirikan tiang teratak itu. Maka tergalilah kepada sebuah
telaju yang besar berisi emas terlalu banyak. Maka isterinya pun datanglah
melihat akan emas itu. Seraya berkata kepada suaminya, “Adapun akan emas ini
sampai kepada anak cucu kita sekalipun tiada habis dibuat belanja.”